Selasa, 26 Mei 2009

budiono agen neolibkah ?

Kok teganya sih mereka bilang budiono itu agen neolib? apa benar dia agen keputusan ekonomi Amerika? waktulah yang telah menjawab. Ngapain juga dia menampik dengan tenang dan dengan gaya gaya orang suci, ia pun bilang kalau bukan seorang neolib. Sangat lucu sekali bagi orang yang mengetahui hal itu, lagi-lagi ia rakyatlah yang dibohongi.

Dalam dunia politik, gosip itu memang ada yang salah ada yang benar, tetapi gosip itu sendiri banyak kebenarannya... sekarang rakyatlah yang dituntut untuk memilih dengan hati nurani, bukan karena kasihan, tetapi karena realita. Memilih dengan akal sehat, bukan memilih karena tekanan.



Para ahli ekonomi sepakat bahwa saat ini tidak ada negara yang menerapkan ekonomi pasar murni. Sebagaimana juga tidak ada Negara yang menerapkan ekonomi sosialis murni. Tetapi tergantung condongnya kemana.

Neoliberal sebenarnya merupakan versi liberalisme klasik yang dimodernisasi. Dengan tema-tema utamanya adalah: pasar bebas, peran negara yang terbatas, dan individualism (Adams, 2004).

Liberalisme sendiri telah diterapkan di Barat sejak akhir abad ke-19
(Ebenstein & Fogelman, 1994). Slogannya adalah laissez faire, yang didukung Adam Smith dalam bukunya, The Wealth of Nations (1776).

Slogan berbahasa Prancis itu Inggrisnya adalah leave us alone. Artinya, "Biarkan kami (pengusaha) sendiri, tanpa intervensi pemerintah". Walhasil, peran negara sangat terbatas, karena semuanya diserahkan pada mekanisme pasar.

Kapitalisme liberal ini terbukti gagal. Ketika tahun 1929-1939 terjadi 'Depresi Besar' (Great Depression) di AS akibat keruntuhan pasar modal di Wall Street tahun 1929.

Saat ini, di Negara-negara Barat seperti AS, peran negara sama sekali tidak mati. Negara selalu melakukan intervensi dalam praktek-praktek ekonomi.

Proteksi berupa subsidi dan quota yang dilakukan AS terhadap petaninya, subsidi (baik kepada petani maupun masyarakat lainnya) yang dilakukan oleh Jepang, juga model negara kesejahteraan yang diterapkan Jerman, adalah contoh di mana negara memiliki peran dalam ekonomi.

Ketika Budiono mengatakan negara harus intervensi sesugguhnya hal tersebut bukanlah sebuah klarifikasi yang utuh atas dugaan bahwa dirinya bukan agen Neolib. Tidak ada negara di dunia ini yang sama sekali tidak melakukan intervensi dalam ekonomi.

Persoalannya bukan terletak hanya pada perlunya intervensi negara dalam ekonomi. Melainkan kepada kelompok masyarakat mana kebijakan intervensi itu diarahkan.

Kita tentu masih ingat bagaimana intervensi negara begitu hebat dalam menghadapi kebangkrutan bank-bank di Indonesia pada era krisis yang terjadi di negeri ini.

1. Pada tahun 1996-1998, ketika Boediono menjabat sebagai Direktur I BI urusan analisa kredit, terkucurlah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp 400 triliun.

2. Kemudian ketika Boediono menjadi Kepala Bappenas. Dalam masa itu terkucurlah dana rekap perbankan Rp 600 triliun. Ironisnya, para obligor BLBI justru diberikan Release and Discharge alias dibebaskan dari masalah hukum.

3. Tahun 2001-2004 ketika Boediono menjadi Menteri Keuangan. Keluarlah kebijakan privatisasi dan divestasi yang ugal-ugalan. Banyak aset strategis yang dilego: Indosat, BCA, dan lain-lain.

Tidak hanya di Indonesia intervensi negara dalam ekonomi ini terjadi. Di AS, Obama menyetujui bailout terhadap bank-bank bermasalah dengan mengucurkan dana lebih dari US $ 700 miliar.


Tapi kemudian, Siapa yang diuntungkan dalam intervensi negara yang semacam ini? Dari ratusan triliun yang dikeluarkan untuk BLBI sebagai bentuk intervensi negara siapa yang diuntungkan.

Munculnya isu Neolib di balik pencalonan Budiono tidak lain karena selama ini rakyat melihat adanya ketimpangan dalam kebijakan intervensi yang dilakukan negara dalam bidang ekonomi. Kepentingan rakyat sering kali dikesampingkan dalam agenda-agenda kebijakan.

Bantuan Langsung Tunai yang menjadi andalan SBY-Budiono sama sekali tidak sebanding dengan pengambilalihan beban negara pada konglomerat yang bankrupt. Yang diinginkan adalah intervensi negara yang mampu melindungi dan mensejahterakan rakyat kecil, petani-petani kecil, nelayan-nelayan kecil, serta pengusaha-pengusaha kecil.

Yang diinginkan adalah intervensi negara yang mampu membangun kemandirian ekonomi bangsa. Bukan ekonomi yang bengantung pada hutang luar negeri atau investasi asing yang tidak adil.

Memberikan kemudahan kepada perusahaan-perusahaan asing untuk mengeksploitasi sumber-sumber kekayaan alam kita tanpa memperhatikan dampak kesejahteraan langsung terhadap penduduk sekitar merupakan bagian dari kebijakan ekonomi liberal yang harus ditolak.

Dan kemudian, kenapa selama ini petani menganggap pemilu gak penting, siapa yang jadi presiden gak peduli. Karena mereka tak pernah merasakan sebuah kebijakan yang berpihak pada rakyat yang notabene ekonomi lemah.


1 komentar:

CakBud mengatakan...

praduga tak bersalah sajalah.. :)

kunjungan balasan..